PENGENDALIAN HAYATI
Istilah pengendalian hayati pertama kali digunakan oleh Smith ( 1919 ) sebagai suatu cara untuk menurunkan populasi hama dengan menggunakan musuh alami, kemudian De Bach (1964) membedakan istilah pengendalian alami dan hayati, dimana
Istilah tersebut berkembang dengan semakin berkembangnya cara manusia memanipulasi musuh alami tersebut dan semakin banyaknya ilmuwan dibidang ekologi, entomologi, gulma, penyakit tanaman, penyakit serangga dan mikrobiologi yang terlibat di dalam kegiatan pengendalian hayati. Eilenberg et al. cit dalam artikelnya di jurnal Biocontrol mengemukakan pendapatnya untuk menyatukan terminology di dalam pengendalian hayati. Beliau dan teman-teman mendefinisikan Pengendalian Hayati (Biological control atau biocontrol) adalah penggunaan organisme hidup untuk menekan kepadatan populasi atau memberi pengaruh terhadap organisme
Penggunaan pengendalian hayati tumbuh karena perlunya ditemukan sebuah teknik pengendalian ketikapestisida tidak mampu bekerja untuk mengendalikan
Ada 3 dasar pendekatan di dalam pengendalian hayati yaitu:
1. Konservasi dan peningkatan musuh alami (Corserving and enhancing natural enemies), pendekatan pertama ini adalah bertujuan untuk konservasi dan meningkatan dampak musuh alami yang telah ada pada areal pertanaman. Salah satu caranya adalah meminimalisasi dampak negatif penggunaan pestisida. Cara lain yang dapat digunakan adalah merubah lingkungan pertanaman dan cara bercocok tanam.
2. Augmentasi populasi musuh alami (Augmentation natural enemy populations), Jika musuh alami yang ada di areal pertanaman tidak mampu mengendalikan
Inokulasi adalah pelepasan musuh alami dilakukan dalam satu kali musim tanam dengan tujuan agar dapat mengadakan kolonisasi dan menyebar secara luas. Inokulasi dilakukan jika musuh alami di areal pertanaman tidak bertahan lama dari satu masa tanam ke masa tanam berikutnya karena klimat yang tidak menguntungkan atau tidak adanya
Inundasi adalah pelepasan musuh alami secara masal dengan maksud agar musuh alami dapat berfungsi seperti insektisida hayati yaitu cepat dapat menekan populasi seperti insektisida dalam hal ini yang digunakan adalah musuh alami. Hal itu dilakukan ketika populasi
3. Introduksi musuh alami, adalah pemasukan musuh alami dari luar yang dilakukan untuk menekan populasi apabila populasi musuh alami tidak ada atau tidak efektif untuk menekan populasi, maka tindakan introduksi atau importasi musuh alami ke daerah yang ada maslah perlu dilakukan. Umumnya pendekatan ini dilakukan bila terjadi ledakan
Organisme sasaran dari PH dapat dikategorikan menjadi 3 :
1. Hama Arthropoda (terutama serangga dan tungau)
2. Gulma
3. Penyakit tanaman dan nematoda parasit tanaman
Agens pengendali hayati dapat dibagi dalam beberapa kategori :
1. Parasitoid serangga
2. Predator Arthropoda dan invertebrata lainnya
3. Patogen dan Predator
4. Patogen dan nematoda yang menyerang Arthropoda (Bakteri, Virus, Fungi, Protozoa, nematoda.
5. Patogen dan Herbivora yang menyerang Gulma.
Parasitoid Serangga adalah serangga yang stadia pradewasanya memparasit pada atau ada di dalam tubuh serangga lain, sedangkan imago hidup bebas menjadikan nektar dan embun madu sebagai makanannya. Perbedaan definisi antara parasitoid dan parasit adalah
1. Parasitoid selalu menghabiskan inangnya di dalam perkembangannya , sedangkan parasit tidak.
2. Inang parasitoid adalah serangga juga, sedangkan parasit tidak
3. Ukuran tubuh parasitoid bisa lebih kecil atau sama dengan inangnya, sedangkan parasit pasti lebih kecil dari inangnya
4. Parasitoid dewasa tidak melakukan aktivitas parasitasi, akan tetapi hanya pada stadia pradewasa, sedangkan parasit seluruh stadia melakukan parasitasi
5. Parasitoid hanya berkembang hanya pada satu inang dalam siklus hidupnya, sedangkan parasit tidak.
6. Umumnya adalah serangga ordo Hymenoptera dan Diptera.
Predator adalah adalah binatang yang memakan binatang lain (mangsa/prey) yanag lebih kecil atau lemah .
Patogen adalah mikroorganisme yanag hidup dan makan pada atau dalam inang (host) lain yang lebih besar, yang menyebabkan sakit atau luka.
PENGENDALIAN HAYATI GULMA
Pengendalian Hayati gulma diartikan sebagai penggunaan musuh alami untuk mengurangi kepadatan sebagian populasi gulma sampai pada aras yang toleran. Prinsip utama pengendalian hayati adalah tetap memelihara sebagian organisme yang dikendalikan tetap berada dialam untuk memelihara kelangsungnan hidup musuh alaminya. Pengendalian hayati bukan merupakan eradikasi atau memusnahkan tetapi cukup mengurangi populasinya sehingga tidak menimbulakan kerugian secara ekonomi. Tidak semua musuh alami gulma dapat digunakan untuk mengendalikan gulma, salah satu contoh yang berhasil adalah pengendalian Opuntia spp di
Gulma adalah tanaman yang tumbuh ditempat yang tidak dikehendaki. Disekitar tempat tinggal kami di
Selain gulma siam banyak agens hayati untuk gulma sudah dikembangan seperti gulma air. Beberapa macam gulma air : Alligatorweed, Hydrillla, Parrotfeather, Phragmites, Giant Salvinia, Torpedograss, Water Hyacinth (Eichornia crassipes). Dari beberapa macam tanaman air tersebut, gulma yang paling potensian di daerah semarang adalah Water Hyacinth / eceng gondok (Eichornia crassipes) Eceng gondok banyak dijumpai disaluran-saluran air di wilayah semarang, mulai pelabuhan sampai ke timur di kabupaten Kendal.
Gulma tersebut merupakan salah satu aliens spesies, mula-mula didatangkan dari USA dan ternyata di indonesia berkembang tidak terkendali dan sangat menggaggu saluran-saluran air karen cepat sekali berkembang biak, dan selama ini tidak pernah dikendalikan hanya mengeruk saluran-saluran air dan ternyata tetap dapat berkembang dengan baik apalagi pembersihan saluran tidak rutin. Beberapa macam spesies yang diketahui sebagai agens hayati adalah Mottled waterhyacinth weevil – 1972 (Neochetina eichorniae)
Chevroned waterhyacinth weevil – 1974 ( Neochetina bruchi) dan Waterhyacinth moth larvae – 1977 (Smeodes albiguttalis), selain itu sedang dikembangkan adalah penggunaan ikan koan untuk mengendalikan eceng gondok tersebut. Explorasi terhadap musuh alami yang ada di semarang belum sempat dilakukan karena terkendala cara untuk dapat sampai ketengah perairan yang terdapat gulma airnya, sehingga perlu waktu lebih banyak untuk dapat mengumpulkan macam-macam musuh alami yang ada pada gula eceng gondok maupun gula gulma yang lain.
Pemanfaatan musuh alami pada gulma memang bagus terutama tidak merusak lingkungan tetapi mengingat banyaknya biaya yang dibutuhkan dan juga tenaga ahlinya maka belum banyak dikembangkan sebagai agens hayati. Pelan tapi pasti kita harus menuju kesana untuk menyelamatkan lingkungan disekitar kita.
DAFTAR PUSTASKA
Untung Kasumbogo, 2007, Pengendalian Hayati, Laboratorium Pengandalian
Wagiman, FX, 2007, Pengendalian Hayati, Laboratorium Pengendalian Hayati, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Jogyakarta.
Wagiman, FX, 2006, Pengendalian Hayati, Hama Kutu Perisai Kelapa dengan predator Chilocorus Politus, Gadjah Mada University Press, Jogyakarta.
__________
Naskah diatas adalah ringkasan dari tugas mata kuliah Pengendalian Hayati, Fakultas Pertanian, jurusan HPT, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjahmada, Yogyakarta, 2008, a.n. Suciati HW
Tidak ada komentar:
Posting Komentar